Selama ini kita selalu dijejali pendapat oleh para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa, teknologi baru meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produksi barang – barang murah yang berimplikasi pada meningkatnya daya beli masyarakat, memperluas pasar dan menciptakan lapangan kerja. Pendapat seperti ini sedikit banyak telah mempengaruhi kebijakan ekonomi di negara-negara industri di dunia.
Seperti yang dikatakan oleh Jean Baptiste Say, seorang ekonom prancis abad sembilan belas yang mengatakan bahwa “ Penciptaan suatu produk akan membuka jalan untuk produk-produk yang lain………..” kemudian dikutip oleh banyak ahli ekonomi Neo-Klasik yang berpendapat bahwa teknologi baru meningkatkan produktivitas, membuat supplier memproduksi barang-barang dengan biaya yang lebih murah per unitnya sehingga dengan begitu terciptalah permintaan. Dengan kata lain, rendahnya harga yang di hasilkan oleh sebuah produktivitas merangsang permintaan konsumen akan barang-barang yang diproduksi. Permintaan yang lebih besar akan memicu produksi tambahan. Begitu seterusnya seperti lingkaran yang tak pernah putus antara produksi dan konsumsi. Meningkatnya volume penjualan secara otomatis membuka lapangan kerja yang dibutuhkan untuk perluasan produksi. Dengan harga yang rendah hasil dari sebuah inovasi teknologi dan meningkatnya produktivitas membuat konsumen memiliki uang berlebih untuk membeli produk yang lain dan pada akhirnya akan membuka lapangan kerja yang baru. Jadi walaupun tenaga manusia telah digantikan oleh mesin, masalah tenaga kerja akan tetap terpecahkan dengan sendirinya selama ada permintaan. Bukan itu saja, dengan bertambahnya angka pengangguran di negara seperti Indonesia ini akan mengakibatkan upah menjadi rendah. Upah yang rendah tentu akan membuat pengusaha berpikir dua kali untuk mengotomatisasi pabriknya dengan teknologi canggih yang tentu bakal menghabiskan dana yang besar ketimbang merekrut tenaga kerja yang lebih banyak. Apa yang dulu pernah dikatakan oleh Karl Marx bahwa keuntungan para kapitalis tidak hanya dari tingginya produktivitas, mengurangi biaya produksi dan operasional maupun pengawasan yang lebih luas di tempat kerja. Tapi yang lebih penting adalah tersedianya angkatan kerja yang melimpah dan dapat dieksploitasi sebesar-besarnya untuk kepentingan mereka. Sependapat dengan Karl Marx, para ahli ekonomi Ortodok menilai tenaga kerja murah dari surplus tenaga kerja meningkatkan keuntungan pengusaha. Dan keuntungan yang diperoleh sebagian akan diinvestasikan kembali untuk teknologi baru yang sudah pasti bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan profit tentunya.
Budaya Konsumerisme
Kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok. Setelah itu baru kemudian memenuhi kebutuhan sekunder. Dan untuk itu biasanya kita harus mengorbankan waktu istirahat dengan bekerja OT (OverTime) atau menjalani pekerjaan sampingan. Nah, pada saat pendapatan meningkat biasanya kita akan cenderung memenuhi kebutuhan tertier. Dengan ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat perusahaan lebih ketat dalam setiap pengeluaran. Itu membuat kita sulit mendapat penghasilan tambahan. Sebagai akibatnya kita cenderung menabung dulu dalam memenuhi kebutuhan ketiga tersebut. Dan ini tentunya yang tidak diinginkan oleh para produsen. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan membuat produksi mereka menurun. Untuk itu mereka harus menciptakan kondisi dimana konsumen merasa tidak pernah cukup dalam memenuhi kebutuhannya. Maka lahirlah beragam tipe handphone yang selalu bertukar tiap tahunnya. Produsen motor yang selalu menawarkan teknologi baru dan pasti membutuhkan biaya yang besar dalam risetnya. Semua itu mereka lakukan agar konsumen merasa tidak pernah puas dengan ponsel dan motor yang sudah mereka miliki saat ini. Sehingga marketing mempunyai peran penting dalam hal ini. Dengan berbagai propaganda iklan, para marketer berusaha merubah cara pandang terhadap satu produk. Dari yang tadinya hanya sebatas pemenuhan kebutuhan menjadi kebutuhan akan Life Style. Hal ini nampak sekali khususnya untuk produk yang sarat teknologi seperti produk-produk elektronik dan kenderaan bermotor. Sasaran mereka siapa lagi kalau bukan konsumen yang pro perubahan dan technology minded . Iklan yang digulirkan di desain untuk membuat mereka malu kalau sampai ketinggalan gaya. Ini jelas membuktikan kekuatan motivasi dalam bentuk propaganda iklan berhasil menstimulasi penjualan.
Budaya Konsumerisme
Kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok. Setelah itu baru kemudian memenuhi kebutuhan sekunder. Dan untuk itu biasanya kita harus mengorbankan waktu istirahat dengan bekerja OT (OverTime) atau menjalani pekerjaan sampingan. Nah, pada saat pendapatan meningkat biasanya kita akan cenderung memenuhi kebutuhan tertier. Dengan ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat perusahaan lebih ketat dalam setiap pengeluaran. Itu membuat kita sulit mendapat penghasilan tambahan. Sebagai akibatnya kita cenderung menabung dulu dalam memenuhi kebutuhan ketiga tersebut. Dan ini tentunya yang tidak diinginkan oleh para produsen. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan membuat produksi mereka menurun. Untuk itu mereka harus menciptakan kondisi dimana konsumen merasa tidak pernah cukup dalam memenuhi kebutuhannya. Maka lahirlah beragam tipe handphone yang selalu bertukar tiap tahunnya. Produsen motor yang selalu menawarkan teknologi baru dan pasti membutuhkan biaya yang besar dalam risetnya. Semua itu mereka lakukan agar konsumen merasa tidak pernah puas dengan ponsel dan motor yang sudah mereka miliki saat ini. Sehingga marketing mempunyai peran penting dalam hal ini. Dengan berbagai propaganda iklan, para marketer berusaha merubah cara pandang terhadap satu produk. Dari yang tadinya hanya sebatas pemenuhan kebutuhan menjadi kebutuhan akan Life Style. Hal ini nampak sekali khususnya untuk produk yang sarat teknologi seperti produk-produk elektronik dan kenderaan bermotor. Sasaran mereka siapa lagi kalau bukan konsumen yang pro perubahan dan technology minded . Iklan yang digulirkan di desain untuk membuat mereka malu kalau sampai ketinggalan gaya. Ini jelas membuktikan kekuatan motivasi dalam bentuk propaganda iklan berhasil menstimulasi penjualan.
Konsep baru dalam dunia marketing ini terbukti efektif mengosongkan gudang-gudang para produsen dan jelas meningkatkan konsumsi. Banyak produk yang yang mengubah pola konsumsi masyarakat dan perilaku konsumen. Banyak pula perusahaan yang menemukan cara baru untuk memposisikan Brand mereka sehingga selaras dengan gaya hidup moderen dan tentunya meningkatkan penjualan. Tak hanya lewat cara marketing, produsen bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan makin memenjarakan konsumen dalam budaya konsumerisme lewat pola pembelian secara kredit. Pembelian dengan cara ini tidak hanya memberi kemudahan tapi juga ketagihan. Hingga sekarang tak hanya barang elektronik bahkan kenderaan sampai furniture pun bisa diperoleh dengan cara ini. Banyak cara yang mereka lakukan untuk menciptakan budaya konsumerisme untuk satu tujuan, profit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar