Senin, 03 November 2008

ASAL USUL TERCIPTANYA KOMPUTER DAN KECERDASAN BUATAN


Dalam sejarahnya yang panjang, manusia bergantung kepada kesuburan tanah dan perubahan cuaca. Jejak aktivitas ekonomi dilalui dengan memanfaatkan energi angin, air, binatang dan manusia.

Di Inggris, pembukaan jalur perdagangan baru menambah populasi, munculnya kota-kota baru dan meningkatkan arus aktifitas ekonomi. Penebangan hutan secara besar-besaran untuk membuat kapal kerajaan, kayu bakar dan pemukiman makin menjadi-jadi.
Tentu keadaan ini tidak bisa dibiarkan terus berlarut-larut. Akhirnya ditemukanlah sumber energi baru yaitu, batu bara. Pada waktu yang sama seorang berkebangsaan Inggris bernama Thomas Savory menemukan mesin pompa uap pertama untuk mengeluarkan air dari tambang bawah tanah. Hadirnya batu bara dan mesin uap menandai dimulainya era ekonomi moderen.

Pada Revolusi Industri pertama, mesin uap digunakan pada tambang batu bara.

Kemudian kapal uap mulai menggantikan kapal layar dan lokomotif uap mengantikan kereta kuda sehingga meningkatkan proses distribusi bahan mentah ke pabrik-pabrik tersebut.

Revolusi Industri kedua muncul antara tahun 1860 sanmpai perang dunia I. Minyak bumi mulai menggantikan batu bara dan tenaga listrik mulai dimanfaatkan untuk yang pertama sekali sehingga menciptakan sumber energi baru untuk menjalankan motor dan menerangi kota.

Revolusi Industri ketiga muncul setelah perang dunia II dan menandai dimulainya dalam masyarakat waktu itu sebuah era baru pada aktifitas ekonomi. Banyak mesin industri yang dikendalikan oleh robot dan program komputer. Mesin yang bisa berpikir ini nantinya meningkatkan kemampuan manusia dalam bidang fungsi manajerial dan administratif sampai kepada pemasaran dan distribusi akhir dari barang-barang pada waktu itu.

Istilah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) sendiri diperkenalkan pertama sekali dalam konfrensi tentang kecerdasan buatan di Dartmouth tahun 1956. Sejak saat itu para ilmuwan percaya bahwa suatu saat nanti kekuatan teknologi akan sanggup menciptakan mesin yang sanggup berpikir layaknya manusia. Akhirnya impian para ilmuwan tersebut coba dijawab oleh pemerintah Jepang dengan meluncurkan proyek riset sepuluh tahun untuk membuat Komputer yang sanggup meniru fungsi otak manusia. Usaha ambisius ini diberi nama “Soft Logic”. Dengan menggunakan komputer yang diperlengkapi oleh sinyal optik, mereka berharap menciptakan mesin pintar generasi baru yang sanggup membaca teks, pidato yang lebih kompleks, menerjemahkan ekspresi wajah dan bahasa tubuh.

Dimasa yang akan datang para ilmuwan berharap mampu memanusiakan mesin-mesin pintar tersebut dengan menciptakan komputer dengan citra wajah manusia yang dapat berkomunikasi dengan penggunanya lewat layar monitor.

Sejarah Lahirnya Mesin Pintar atau Komputer

Pada awal-awal era industri, para ahli waktu itu menciptakan boneka kayu mekanis yang bisa menari mengikuti alunan musik. Hasil karya terbaik diciptakan oleh Jacques de Vaucanson pada tahun 1738. Hasil ciptaanya adalah boneka kayu yang mampu memainkan seruling dengan nada yang harmonis. Pada tahun berikutnya, Vaucanson menciptakan karyanya yang kedua. Kali ini berbentuk bebek mekanis yang tidak hanya mampu minum di kolam dengan paruhnya, tapi juga makan, bereaksi terhadap sesuatu yang ada di dekatnya dan mempunyai proses pencernaan buatan.

Pada saat banyak ahli menciptakan boneka yang mampu meniru tingkah laku binatang dan manusia, yang lain berusaha menciptakan mekanisme kompleks yang bisa meniru pikiran manusia dan bahkan mampu memecahkan masalah yang memerlukan pemikiran. Mesin hitung otomatis pertama diciptakan oleh Blaise Pascal tahun 1642. Mesin ciptaannya tersebut cepat menjadi pembicaraan di seluruh eropah. Kemudian Gottfried Wilhelm Leibniz menambahkan penemuan Pascal tersebut dengan perkalian. Pada tahun 1821 giliran Charles Babbage menemukan mesin yang bisa di program untuk memecahkan masalah-masalah logika atau komputasi.

Mesin hitung moderen yang berfungsi dengan baik diciptakan oleh William Burroughs diakhir abad ke sembilan belas. Meskipun mesin buatannya tidak bisa di program, tapi sukses pemasarannya meletakkan dasar penggunaan mesin berbasis komputasi di lingkungan bisnis saat itu.

Pada tahun 1890 Badan Sensus Amerika Serikat mengadakan satu kompetisi untuk menemukan sistem tabulasi nasional. Pemenang pada kompetisi tersebut adalah seorang insinyur bernama Herman Hollerita yang bekerja untuk Badan Sensus tersebut. Mesin buatan Hollerita mampu menyelesaikan sensus pada tahun1890 kurang dari dua setengah tahun. Sementara sebelumnya pendataan memakan waktu lebih dari tiga tahun.
Karena kesuksesan mesin tersebut, penemunya mendirikan perusahaan bernama The Tabulating Machine Company untuk memasarkan mesin tersebut. Pada tahun 1924 perusahaan berubah namanya menjadi International Business Machine atau IBM seperti yang kita kenal saat ini.

Komputer digital yang bisa di program pertama kali ditemukan oleh Konrad Zise, seorang insinyur sipil berkebangsaan Jerman pada tahun 1941. Mesinnya didisain untuk memudahkan para insinyur sipil dalam melakukan penghitungan. Dan pada saat yang sama, badan intelijen Inggris menemukan komputer yang mampu memecahkan pesan sandi intelijen pihak Jerman. Mesin tersebut diberi nama “ROBINSON” yang menjadi maha karya dalam operasi intelijen Inggris. Karena berkat ketepatannya dalam memecahkan kode sandi hingga memudahkan pihak sekutu untuk mendapatkan informasi penting tentang rencana strategis Jerman dan pergerakan pasukan mereka.

Tahun 1944 saintis dari Harvard dan MIT menemukan komputer yang bisa di program dan kemudian diberi nama Mark I. karena tingginya mencapai delapan kaki dan panjangnya limapuluh kaki maka oleh penemunya dijuluki “The Monster”. Dua tahun kemudian saintis dari Universitas Pennsylvania Moore School of Engineering menemukan komputer yang lebih canggih dari sebelumnya. Mesin tersebut di beri nama The Electronic Numerical Integrator and Computer atau yang lebih dikenal dengan ENIAC. ENIAC sendiri dibuat dengan menggunakan 18.000 tabung radio, 70.000 resistor, 10.000 kapasitor, panjang empat puluh kaki, tinggi dua puluh kaki dan berat lebih dari tiga puluh ton.

Penemu ENIAC, J.Presper Eckert dan John W. Mauchly menjual mesin tersebut ke Remington-Rand yang kemudian mengganti namanya menjadi Universal Automatic Computer atau disingkat UNIVAC. Pelanggan pertama UNIVAC adalah Badan Sensus Amerika Serikat yang membantu mereka melakukan sensus pada tahun 1950. Pada saat perusahaan televisi CBS berhasil melakukan Quic Count untuk memprediksi kemenangan Presiden Eisenhower atas senator Adlai Stevenson dengan menggunakan UNIVAC membuat kepopulerannya menyebar kemana-mana.

Karena merasa tersaingi, akhirnya IBM mengeluarkan produk terbaru mereka yaitu Model 650 pada tahun 1953 dimana mesin tersebut dapat di sewa perbulan sebesar $3.000. Tapi tetap saja IBM tidak yakin akan potensi pasar dari produk tersebut.

Tak lama setelah itu, para saintis akhirnya menemukan semi-konduktor atau transistor. Sejak itu computer generasi kedua berubah dari yang tadinya besar menjadi lebih kecil. Sehingga awal tahun 1970 komputer generasi keempat yang berbasis mikrochip muncul dan menemukan bentuknya seperti yang kita lihat saat ini.

(Dikutip dari beberapa sumber)
Andi Fimansyah,S.Pd

Refrensi :
The Age of Intelligent Machines (Cambridge, MIT press)
Kurzweil, Raymond
Bit by Bit : An Illustrated History of Computers (New York, Ticknor and Field)
Augarten, Stan
The History of Computing (Framingham, MA:CW Comm)
Zientare, Marquerite.

TEKNOLOGI ADALAH SAHABAT MANUSIA?


Dari awal, peradaban telah menyusun konsep tentang kerja. Dari pemburu jaman paleolithikum sampai petani jaman Neo-lithikum hingga pengrajin abad pertengahan dan pekerja industri di jaman sekarang ini, kerja adalah bagian integral dari kehidupan sehari-hari.


Namun untuk yang pertama sekali, tenaga manusia secara sistematis disingkirkan dari proses produksi. Sebuah generasi baru dari teknologi informasi dan komunikasi yang canggih menggantikan peran manusia di berbagai sektor. Mesin pintar telah me”rumahkan” lebih dari ratusan tenaga kerja kerah biru maupun kerah putih di seluruh dunia.


Para ahli ekonomi berpendapat bahwa tingginya angka pengangguran menunjukkan tingkat “penyesuaian” jangka pendek terhadap kekuatan pasar untuk mempercepat ekonomi global menuju kepada Revolusi Industri babak ketiga. Mereka seperti menjanjikan sebuah dunia baru yang lebih menakjubkan dimana perdagangan global akan dibanjiri oleh produk – produk berteknologi tinggi dan belum pernah terbayangkan sebelumnya.


Sementara jutaan tenaga kerja mulai kehilangan impian mereka akan masa depan. Setiap waktu, di kantor maupun di pabrik, mereka menunggu dengan penuh kecemasan bahwa suatu saat mereka akan mendapat giliran seperti rekan mereka yang telah lebih dahulu di PHK. Bayangkan kalau mereka harus bertarung melawan efisiensi, Quality Control dan mesin-mesin otomatis. Belum lagi kalau berhadapan dengan pengurangan produksi, Re-engineering dan Total Quality Management. Maka mereka akan frustasi dan meningkatkan perilaku anti sosial di masyarakat.

Program Komputer Menggantikan Peran Manusia

Saat ini teknologi industri telah menggantikan kekuatan fisik manusia. Tak hanya itu, teknologi berbasis Komputer juga mulai ikut-ikutan menggantikan peran otak manusia. Mesin-mesin otomatis, robot dan kecanggihan komputer mampu melakukan banyak pekerjaan yang dulu digeluti manusia. Mengingatkan kita pada suasana pedesaaan dimana jarang sekali melihat kerbau yang sedang membajak sawah karena peran mereka sudah digantikan oleh traktor.
Terperangkap dalam persaingan yang makin ketat dan tingginya biaya tenaga kerja memaksa perusahaan untuk melakukan perubahan dengan mempercayakan mesin-mesin pintar untuk melakukan pekerjaan yang seharusnya dikerjakan manusia. Meskipun di awal mereka harus mengeluarkan biaya ratusan juta atau bahkan milyaran untuk melengkapi alat-alat produksi mereka dengan robot-robot canggih atau mesin berbasis komputer tapi kedepannya mereka akan dapat mengeruk keuntungan dengan meningkatnya produktivitas, pengurangan biaya tenaga kerja dan yang pasti profit menjadi lebih besar.

Re-Engineering

Banyak perusahaan dengan cepat merestrukturisasi organisasinya dengan merombak sedemikian rupa hingga menjadi computer friendly. Dalam prosesnya, setahap demi setahap mulai mengurangi jenis pekerjaan tertentu, menerapkan suasana kerja berdasarkan team work, memperpendek jalur distribusi, menyederhanakan proses produksi, memangkas proses administrasi. Hasilnya? Produktivitas bisa ditingkatkan. Tapi apa implikasinya bagi sektor tenaga kerja? Re-engineering hanyalah salah satu kiat perusahaan dalam meningkatkan produktivitas dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada. Itu artinya, ada banyak pekerjaan yang tereduksi. Ada banyak departemen yang harus merger. Dan hasilnya akan terjadi perampingan. Selanjutnya anda bisa membayangkan sendiri. Masa suram buat angkatan kerja kita. Inilah efek dari Revolusi Komputer dan Re-engineering dalam satu perusahaan. Perlahan tapi pasti, kita akan digiring kepada suatu masa dimana satu pabrik yang menghasilkan ratusan juta poduk per hari hanya dikendalikan oleh lebih kurang lima puluh orang saja. Dan untungnya hal ini tidak akan terjadi di Indonesia dalam waktu dekat. Karena kebanyakan pengusaha masih menganggap bahwa lebih murah mempekerjakan orang Indonesia ketimbang mengotomatisasi pabriknya dengan peralatan canggih.


Pada saat nantinya sektor manufaktur tidak mampu menyerap tenaga kerja yang ada, mungkin kita masih bisa berharap dari sektor pelayanan. Tapi dengan kehadiran Internet Banking dan Online Ticketing apa kita masih bisa berharap dari sektor ini juga?
Mungkin suatu saat Teller dan staf tiketing sudah tidak dibutuhkan lagi. Jadi intinya adalah semakin cepat kita diperkenalkan kepada teknologi canggih berarti semakin sempitlah lapangan pekerjaan yang ada.

Apa Arti Teknologi Buat Kita?

Saat gelombang otomatisasi melanda sektor industri di dunia, banyak pihak tak hanya para aktifis yang menyuarakan protes mereka atas kejadian ini. Tapi mereka tetap tak berdaya di tengah gelombang kapitalisme dimana pemimpin bisnis adalah raja yang selalu menyuarakan bahwa produktivitas yang diusung oleh teknologi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus penyerapan tenaga kerja.


Sebagian orang menganggap kehadiran teknologi banyak membantu manusia dalam berbagai sektor. Tapi mereka lupa bahwa teknologi itu sendiri makin lama makin menggerus peluang kita untuk menikmati masa depan. Meningkatnya angka penggangguran karena industri sarat teknologi tak mampu menyerap tenaga kerja yang ada. Bukan karena kekurangan order, tapi karena tempat buat manusia sudah digantikan oleh mesin. High Technology artinya jam kerja yang sedikit dengan keuntungan berlipat ganda. Karena bisa menghasilkan win-win solution buat pekerja maupun perusahaan. Ribuan pekerja akan memiliki waktu luang yang lebih banyak dan jam kerja yang lebih pendek sehingga lebih bisa menikmati hidup ketimbang perusahaan yang minim teknologi. Tapi dengan konsekwensi mempersempit lapangan kerja dan menambah depresi sosial.


Teknologi yang bagi negara-negara maju dianggap sebagai jalan keselamatan dan sumber kemakmuran suatu saat akan membuyarkan impian mereka. Saya tidak tahu apakah kita harus bersyukur dengan limpahan tenaga kerja yang kita miliki sehingga harganya menjadi murah mampu membuat para pengusaha berpikir dua kali untuk mengotomatisasi pabriknya dengan alat canggih yang tentunya membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Lantas mengapa ada sebagian orang “teriak” tentang lambannya alih teknologi dari negara maju ke negara berkembang termasuk Indonesia kalau itu memang baik untuk kita.

ARUS TEKNOLOGI DAN BUDAYA KONSUMERISME SEBAGAI MESIN KAPITALIS



Selama ini kita selalu dijejali pendapat oleh para ahli ekonomi yang berpendapat bahwa, teknologi baru meningkatkan produktivitas, menurunkan biaya produksi dan meningkatkan produksi barang – barang murah yang berimplikasi pada meningkatnya daya beli masyarakat, memperluas pasar dan menciptakan lapangan kerja. Pendapat seperti ini sedikit banyak telah mempengaruhi kebijakan ekonomi di negara-negara industri di dunia.



Seperti yang dikatakan oleh Jean Baptiste Say, seorang ekonom prancis abad sembilan belas yang mengatakan bahwa “ Penciptaan suatu produk akan membuka jalan untuk produk-produk yang lain………..” kemudian dikutip oleh banyak ahli ekonomi Neo-Klasik yang berpendapat bahwa teknologi baru meningkatkan produktivitas, membuat supplier memproduksi barang-barang dengan biaya yang lebih murah per unitnya sehingga dengan begitu terciptalah permintaan. Dengan kata lain, rendahnya harga yang di hasilkan oleh sebuah produktivitas merangsang permintaan konsumen akan barang-barang yang diproduksi. Permintaan yang lebih besar akan memicu produksi tambahan. Begitu seterusnya seperti lingkaran yang tak pernah putus antara produksi dan konsumsi. Meningkatnya volume penjualan secara otomatis membuka lapangan kerja yang dibutuhkan untuk perluasan produksi. Dengan harga yang rendah hasil dari sebuah inovasi teknologi dan meningkatnya produktivitas membuat konsumen memiliki uang berlebih untuk membeli produk yang lain dan pada akhirnya akan membuka lapangan kerja yang baru. Jadi walaupun tenaga manusia telah digantikan oleh mesin, masalah tenaga kerja akan tetap terpecahkan dengan sendirinya selama ada permintaan. Bukan itu saja, dengan bertambahnya angka pengangguran di negara seperti Indonesia ini akan mengakibatkan upah menjadi rendah. Upah yang rendah tentu akan membuat pengusaha berpikir dua kali untuk mengotomatisasi pabriknya dengan teknologi canggih yang tentu bakal menghabiskan dana yang besar ketimbang merekrut tenaga kerja yang lebih banyak. Apa yang dulu pernah dikatakan oleh Karl Marx bahwa keuntungan para kapitalis tidak hanya dari tingginya produktivitas, mengurangi biaya produksi dan operasional maupun pengawasan yang lebih luas di tempat kerja. Tapi yang lebih penting adalah tersedianya angkatan kerja yang melimpah dan dapat dieksploitasi sebesar-besarnya untuk kepentingan mereka. Sependapat dengan Karl Marx, para ahli ekonomi Ortodok menilai tenaga kerja murah dari surplus tenaga kerja meningkatkan keuntungan pengusaha. Dan keuntungan yang diperoleh sebagian akan diinvestasikan kembali untuk teknologi baru yang sudah pasti bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dan profit tentunya.

Budaya Konsumerisme

Kita bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok. Setelah itu baru kemudian memenuhi kebutuhan sekunder. Dan untuk itu biasanya kita harus mengorbankan waktu istirahat dengan bekerja OT (OverTime) atau menjalani pekerjaan sampingan. Nah, pada saat pendapatan meningkat biasanya kita akan cenderung memenuhi kebutuhan tertier. Dengan ketatnya persaingan bisnis saat ini membuat perusahaan lebih ketat dalam setiap pengeluaran. Itu membuat kita sulit mendapat penghasilan tambahan. Sebagai akibatnya kita cenderung menabung dulu dalam memenuhi kebutuhan ketiga tersebut. Dan ini tentunya yang tidak diinginkan oleh para produsen. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan membuat produksi mereka menurun. Untuk itu mereka harus menciptakan kondisi dimana konsumen merasa tidak pernah cukup dalam memenuhi kebutuhannya. Maka lahirlah beragam tipe handphone yang selalu bertukar tiap tahunnya. Produsen motor yang selalu menawarkan teknologi baru dan pasti membutuhkan biaya yang besar dalam risetnya. Semua itu mereka lakukan agar konsumen merasa tidak pernah puas dengan ponsel dan motor yang sudah mereka miliki saat ini. Sehingga marketing mempunyai peran penting dalam hal ini. Dengan berbagai propaganda iklan, para marketer berusaha merubah cara pandang terhadap satu produk. Dari yang tadinya hanya sebatas pemenuhan kebutuhan menjadi kebutuhan akan Life Style. Hal ini nampak sekali khususnya untuk produk yang sarat teknologi seperti produk-produk elektronik dan kenderaan bermotor. Sasaran mereka siapa lagi kalau bukan konsumen yang pro perubahan dan technology minded . Iklan yang digulirkan di desain untuk membuat mereka malu kalau sampai ketinggalan gaya. Ini jelas membuktikan kekuatan motivasi dalam bentuk propaganda iklan berhasil menstimulasi penjualan.


Konsep baru dalam dunia marketing ini terbukti efektif mengosongkan gudang-gudang para produsen dan jelas meningkatkan konsumsi. Banyak produk yang yang mengubah pola konsumsi masyarakat dan perilaku konsumen. Banyak pula perusahaan yang menemukan cara baru untuk memposisikan Brand mereka sehingga selaras dengan gaya hidup moderen dan tentunya meningkatkan penjualan. Tak hanya lewat cara marketing, produsen bekerja sama dengan perusahaan pembiayaan makin memenjarakan konsumen dalam budaya konsumerisme lewat pola pembelian secara kredit. Pembelian dengan cara ini tidak hanya memberi kemudahan tapi juga ketagihan. Hingga sekarang tak hanya barang elektronik bahkan kenderaan sampai furniture pun bisa diperoleh dengan cara ini. Banyak cara yang mereka lakukan untuk menciptakan budaya konsumerisme untuk satu tujuan, profit.